Hubuddunya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا وَفِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَالْحَيَاةُالدُّنْيَاإِلاَّمَتَاعُالْغُرُوْ

“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)


Minggu, 08 Mei 2016

penyakit hati menurut Qur'an dan Hadis


B A B  I
PENDAHULUAN

Setiap anggota tubuh diciptakan untuk suatu fungsi tertentu. Maka ia disebut sedang dalam keadaan sakit apabila tak lagi memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsinya itu, baik secara keseluruhan ataupun sebagiannya saja.
Penyakit tangan menyebabkan tangan tak mampu melaksanakan fungsinya, yaitu memegang. Sedangkan penyakit mata menyebabkan mata tak mampu melaksanakan fungsinya, yaitu melihat.
Demikian pula penyakit hati, menyebabkan hati tak mampu melakukan fungsinya yang khas, yang memang itu diciptakan untuknya. Yaitu, pengetahuan, hikmah, ma’rifah, cinta kepada Allah, beribadah untuk dan kepada-Nya, merasakan kenikmatan apabila menyebut atau mengingat-Nya, mengutamakan-Nya di atas segala keinginan selain-Nya, serta mengerahkan semua dorongan jiwa dan anggota tubuh demi melaksanakan semua itu. Firman Allah SWT :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ  
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariat: 56
B A B  II
PEMBAHASAN
Ø  Penyakit Hati dan Cara Mengobatinya
Hati yang dalam bahasa Arab berarti Qalbun adalah bagian yang sangat penting pada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
وَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَتْهُمْ رِجْسًا إِلَى رِجْسِهِمْ وَمَاتُوا وَهُمْ كَافِرُونَ   
Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik, maka kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.

1.      Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa mati karena tenggelam di laut.
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا
Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
Ÿوَلا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ  

Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]

Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ  
Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa. Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin menyatakan bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari air mani yang hina.

Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al Mursalaat 20]

Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?
2.      Dusta

Adapun Al-Kadzib (kebohongan), maka perbuatan ini akan mengantarkan pada kejahatan, yaitu berpalingnya dari sifat istiqamah. Ada juga yang mengatakan bahwa kebohongan adalah kemaksiatan yang paling cepat menyebar. Tentang tercelanya membicarakan segala sesuatu yang ia dengar, Rasulullah bersabda, “Cukuplah seseorang dianggap pendusta jika ia selalu membicarakan segala sesuatu yang ia dengar”. (HR. Muslim 1/10)
Abdullah bin  ‘Amr  berkata,  “Rasulullah  pernah datang ke rumah kami, waktu itu aku masih kecil, akupun keluar utk bermain. Ibuku kemudian memanggil, “Ya Abdullah kemari, nanti akan ibu beri sesuatu”. Maka Rasulullah  bertanya: “Apa yang akan kamu berikan?” Dia mejawab, “Saya akan memberi kurma”. Rasulullah  kemudian bersabda, “Seandainya engkau tak melakukan (apa yang engkau katakan), berarti telah dicatat atasmu satu kedustaan.” (HR. Abu Daud no. 4991)
Nabi  bersabda, “Seseorang yang senantiasa & terbiasa dgn dusta akan dicatat di sisi Allah ta’ala sebagai pendusta.” (HR. Bukhari 10/423, Muslim no. 2606).
Faktor pendorong berbuat dusta :Motif yang mendorong orang-orang yang memiliki jiwa nista untuk melakukan kedustaan cukup banyak, diantaranya adalah :
1.      Sedikitnya rasa takut kepada Allah Ta’ala dan tidak adanya perasaan bahwa Allah Ta’ala selalu mengawasi setiap gerak-geriknya, baik yang kecil maupun yang besar.
2.      Upaya mengaburkan fakta, baik bertujuan utk mendapatkan keuntungan atau mengurangi takaran, dgn maksud menyombongkan diri atau utk memperoleh keuntungan dunia, ataupun karena motif-motif lainnya. Misalnya saja: orang yang berdusta tentang harga beli tanah atau mobil, atau menyamarkan data-data yang tidak akurat tentang wanita yang akan dipinang yang dilakukan pihak keluarganya.
3.      Mencari perhatian dgn membawakan cerita-cerita fiktif dan perkara-perkara yang dusta.
4.      Tidak adanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan, baik dlm kondisi sulit ataupun kondisi lainnya.
5.      Terbiasa melakukan dusta sejak kecil. Ini  merupakan hasil pendidikan yang buruk. Karena, sejak tumbuh kuku-kukunya (sejak kecil), sang anak biasa melihat ayah dan ibundanya berdusta, sehingga ia tumbuh dan berkembang dlm lingkungan sosial semacam itu.
6.      Merasa bangga dgn berdusta, ia beranggapan bahwa kedustaan menandakan kepiawaian, tingginya daya nalar, dan perilaku yang baik.

3.      ‘Ujub (kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah. Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk Allah.
            Berhati-hatilah dengan penyakit ujub, sebab jika sudah menjangkit kedalam hati hanya akan menimbulkan keburukan. Ujub merusak dan menghancurkan amal kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:
ثَلاَثٌ مُهلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوَيً مُتَّبَعٌ وَاِعْجَابُ المَوءِ بِنَفْسِهِ

Artinya       : Tiga perkara yang dapat menghancurkan, yaitu : kebakhilan yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti dan ujub seseorang terhadap dirinya.
Mula-mula ujub itu hanya berada di dalam hati, yakni mengganggap dirinya paling mulia, paling segala-galanya dan paling sempurna dibandingkan orang lain. Karena dengan anggapan yang demikian itu maka hatinya merasa puas dan bangga atas apa yang dirasa. Kemudian berkembang menjadi sebuah perkataan yang menggungkapkan tentang pandangan manusia kepada dirinya sendiri yang mulia. Padahal yang demikian ini sangat dicela dalam agama dan dibenci Allah, karena seseorang telah di jangkiti penyakit ujub maka ada sikap meremehkan dalam berbuat amal, maka tepatlah kiranya jika ujub ini adalah pangkal kemaksiatan, kelalaian dan kesenangan nafsu untuk merasa puas kepada dirinya, sedangkan orang yang merasa puas dengan dirinya sendiri karena menganggap sempurna, maka dia akan buta dengan kelemahan-kelemahan yang dia miliki.
Ibnu Mas’ud berkata bahwa faktor penyebab keselamatan manusia itu ada dua perkara, yaitu bertaqwa dan menanamkan niat yang sungguh-sungguh. Seangkan faktor penyebab kecelakaan atau kebinasaan juga dua perkara, yaitu putus asa dan membanggakan diri.
            Bahaya ujub sebagaimana riya’ merupakan syirik kecil, demikian pula ujub merupakan syirik kecil juga. Riya’ merupakan syirik dari sisi orang yang beramal saleh menyertakan orang lain bersama Allah dalam mencari ganjaran berupa pujian dan sanjungan, sedangkan ujub merupakan kesyirikan dari sisi orang yang beramal saleh menyertakan dirinya bersama Allah dalam keberhasilanya beramal saleh, seakan-akan bukan allah semata yang menjadikanya berhasil beramal saleh akan tetapi ia juga turut andil dalam keberhasilanya beramal saleh.

كَرَّرَهُ زِيَادَةً فِي التَّنْفِيْرِ وَمُبَالَغَةً فِي التَّحْذِيْرِ، وَذَلِكَ لِأَنَّ الْعَاصِي يَعْتَرِفُ بِنَقْصِهِ فَيُرْجَى لَهُ التَّوْبَةُ وَالْمُعْجَبُ مَغْرُوْرٌ بِعَمَلِهِ فَتَوْبَتُهُ بَعِيْدَة
Artinya : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengulangi-ngulanginya (*ujub !, ujub !) sebagai tambahan (penekanan) untuk menjauhkan (*umatnya) dan sikap berlebih-lebihan dalam mengingatkan (*umatnya). Hal ini dikarenakan pelaku maksiat mengakui kekurangannya maka masih diharapkan ia akan bertaubat, adapun orang yang ujub maka ia terpedaya dengan amalannya, maka jauh/sulit baginya untuk bertaubat" (At-Taisiir bisyarh Al-Jaami' as-Shoghiir 2/606)

Tanda-tanda terjangkit penyakit ujub :
Menurut Almunaawi Assyafi’i menyebutkan bahwasanya diantara tanda-tanda orang ujub adalah :
1.      Dia merasa heran jika doanya tidak dikabulkan oleh Allah. Dia merasa bahwa ketaqwaanya dan amalanya mengharuskan doanya dikabulkan oleh Allah hal ini menunjukkan ujubnya dengan amalan saleh karenanya tatkala doanya tidak dikabulkan merasa heran.
2.      Jika orang yang mengganggunya ditimpa musibah, maka dia merasa bahwa itu merupakan karomahnya.
Untuk mengobati penyakit ujub, diantaranya sebagai berikut :
1.      Menyadari bahwasanya mampunya kita beramal sholeh adalah semata-mata kemudahan dan karunia dari Allah, firman allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ   
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” [An-Nuur : 21]
2.      Banyak ibadah yang agung yang disyari'atkan untuk diakhiri dengan istighfar. Hal ini agar para pelaku ibadah-ibadah tersebut tidak merasa ujub dengan ibadah-ibadah yang telah mereka lakukan, akan tetapi tetap merasa dan sadar bahwa ibadah yang mereka lakukan tetap ada kekurangannya.
4.      Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.

Ÿوَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا  
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu. “Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah. “Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar.” (HR. Abu Ya’la)
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki:
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ  
Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita. “Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu.” (HR. Abu Dawud)

5.      Riya’
Riya’ adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia, agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.
Ciri-ciri riya:
Orang yang riya berciri tiga, yakni apabila di hadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat.” (HR. Ibnu Babawih).
Orang yang riya’, maka amal perbuatannya sia-sia belaka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ  

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia.” [QS. Al-Baqarah: 264]

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya.” [Al Maa’uun 4-6]

Imam Al Ghazali mengumpamakan orang yang riya’ itu sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk mendapat pujian dari budak-budak tersebut.
Seperti itulah orang riya’. Ketika hanya berdua dengan Allah Sang Raja Segala Raja, dia malas dan enggan beribadah. Tapi ketika ada manusia yang tak lebih dari hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin shalat, bersedekah, dan sebagainya untuk mendapat pujian para budak.
Agar terhindar dari riya’, kita harus meniatkan segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).

6.      Bakhil atau Kikir
Bakhil alias Kikir alias Pelit alias Medit adalah satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau bersedekah.
Ÿ  
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Ali ‘Imran 180]
Padahal segala harta kita termasuk diri kita adalah milik Allah. Saat kita lahir kita tidak punya apa-apa. Telanjang tanpa busana. Saat mati pun kita tidak membawa apa-apa kecuali beberapa helai kain yang segera membusuk bersama kita.
Sesungguhnya harta yang kita simpan itu bukan harta kita yang sejati. Saat kita mati tidak akan ada gunanya bagi kita. Begitu pula dengan harta yang kita pakai untuk hidup bermegah-megahan seperti beli mobil dan rumah mewah.

Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” [Al Lail 8-11]
Yang justru jadi harta yang bermanfaat bagi kita di akhirat nanti adalah harta yang kita belanjakan di jalan Allah atau disedekahkan. Harta tersebut akan jadi pahala yang balasannya adalah istana surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” [Al Hadiid 21
B A B III
KESIMPULAN
Penyakit hati merupakan penyakit di dalam jiwa yang lebih parah dari penyakit fisik. Karena bilamana hati seseorang sakit, atau bahkan buruk, maka perilakunya pun demikian. Contoh-contoh penyakit hati seperti :
1.      Sombong : memamerkan apa yang dia punya padahal sesungguhnya semua yang ada di dunia ini hanya milik Allah.
2.      Dusta : kebohonganlah yang akan membawa seseorang pada kejahatan.
3.      ‘Ujub : mula-mula ujub itu hanya berada di dalam hati, yakni mengganggap dirinya paling mulia, kemudian berkembang menjadi sebuah perkataan yang menggungkapkan tentang pandangan manusia kepada dirinya sendiri yang mulia. Padahal yang demikian ini sangat dicela dalam agama dan dibenci Allah, karena seseorang telah di jangkiti penyakit ujub maka ada sikap meremehkan dalam berbuat amal.
4.      Iri dan dengki : iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
5.      Riya’ : berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia, agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah, dan sebagainya.
6.      Bakhil dan kikir : satu penyakit hati karena terlalu cinta pada harta sehingga tidak mau bersedekah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam. Bahaya Penyakit Hati. Surabaya : Tiga Dua, 1994, cetakan kedua.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Tahdzib Al-akhlaq wa Mu’alajat Amradh Al-qulub. Bandung : Penerbit Karisma, 1999.
http://media-islam.or.id/2009/10/08/penyakit-hati-sombong-iri-dan-dengki-dan-cara-mengobatinya/

Larangan Buruk Sangka Dan Mencari-Cari Kesalahan Orang

 
Buruk sangka (su'u dzan) adalah salah satu daripada sifat-sifat mazmumah (buruk/tercela). Manakala mencari-cari kesalahan orang lain pula hadir apabila wujudnya sangkaan buruk di dalam hati manusia. Apabila timbulnya buruk sangka, maka sudah tentu rasa ingin mencari kesalahan seseorang itu timbul sehingga terbukalah kesalahan, aib atau kelemahan seseorang itu yang menyebabkan si pelaku itu berasa puas. Ia adalah suatu penyakit hati yang akan menyerang sesiapa sahaja. Hanya keimanan dan ketaqwaan yang kukuh mampu mengatasi rasa buruk sangka dan mencari kesalahan orang lain ini. 

Allah Ta’ala berfirman.



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)

Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus. Tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau keburukan atau aib orang lain, yang biasanya merupakan kesan dari prasangka yang buruk.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.


إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا

“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, kerana prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari keburukan orang lain, saling inti-mengintip, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (Riwayat  Al-Bukhari no. 6064 dan Muslim no. 2563 )

Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, “Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”

Ibnu Kathir menyebutkan perkataan Umar di atas ketika menafsirkan sebuah ayat dalam surah Al-Hujurat.

Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.  (Tahdzib At-Tahdzib) 

Disebutkan bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.  [kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) ] 

Sufyan bin Husain berkata, “Aku pernah menyebutkan keburukn seseorang di hadapan Iyas bin Mu’awiyyah. Beliaupun memandangi wajahku seraya berkata, “Apakah kamu pernah ikut memerangi bangsa Romawi?” Aku menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya lagi, “Kalau memerangi bangsa Sind , Hind (India) atau Turki?” Aku juga menjawab, “Tidak”. Beliau berkata, “Apakah layak, bangsa Romawi, Sind, Hind dan Turki selamat dari kburuknmu sementara saudaramu yang muslim tidak selamat dari keburukanmu?” Setelah kejadian itu, aku tidak pernah mengulangi lagi berbuat seperti itu” ( Bidayah wa Nihayah, Ibnu Kathir (XIII/121))


Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata:

Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan keburukan dirinya sendiri dan melupakan keburukan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa gelisah. Setiap kali dia melihat keburukan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat keburukan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan keburukan orang lain dan melupakan keburukannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan keburukan dirinya”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.131)]

Beliau juga berkata,:

“Tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita”.[Raudhah Al-‘Uqala (hal.133)]


والله أعلمُ بالـصـواب

BURUK SANGKA ( LARANGAN DAN AKIBAT DARI SU'UDZON)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berpesan kepada umat Islam untuk menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sedusta-dusta perkataan.
 
Hadits Riwayat Muttafaq Alaih
 
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث (متفق عليه)
 
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasululloh.” Jauhkanlah diri kamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta omongan, (hati)”. (HR. Muttafaq Alaih)
 
Hadits Riwayat Bukhori
 
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث ، وَلاَتَحَسَّسُوا وَلآتَجَسَّسُوْا وَلآتَحَاسَدُوا وَلآتَدَابَرُوا وَلآتَبَاغَضُوا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا (رواه البخارى)
Artinya : “Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai, janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allah bersaudara.” (HR. Bukhori)
Penjelasan hadits diatas adalah sebagai berikut :
Buruk sangka di dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan artinya baik sangka. Buruk sangka hukumnya haram, karena akan merusak keharmonisan rumah tangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat.
Allah SWT menyerukan kepada orang-orang yang beriman agar menjauhi prasangka, karena prasangka itu termasuk dosa dan kesombongan.
Hadits tersebut memberi peringatan dan pelajaran kepada kita semua banyak terjadi persengketaan dalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka. Kadang-kadang masalah kecil bisa menjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan dendam yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin mendapat ridha Allah hendaklah selalu berprasangka baik (husnuzon).
Secara individual prasangka buruk dapat menyebabkan tumbuhnya sikap negatif, rasa curiga, dan ketidak-nyamanan dalam diri sendiri. Orang yang berprasangka buruk dan curiga terhadap orang lain setiap saat akan merasa tidak aman, merasa terancam oleh sesuatu yang sebenarnya hanya ada dalam angan-angan.

Dia merasa terancam oleh bahaya yang sebenarnya tidak ada. Disamping hilangnya kenyamaan dan keamanan, prasangka buruk akan menghancurkan rasa percaya kepada diri sendiri. Artinya secara individu prasangka buruk dapat menyebabkan hilangnya ketenteraman bathin, dan bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan tumbuhnya kepribadian yang buruk pada seseorang.

Seorang suami yang berburuk sangka kepada istrinya akan selalu berusaha membuktikan prasangka buruknya dengan jalan mengawasi istrinya selama 24 jam dalam sehari. Istri yang selalu dicurigai akan merasa serba salah dan kehilangan kenyamanan hidupnya. Prasangka buruk yang berlebihan juga akan menyebabkan suami salah memberikan penilaian terhadap sikap dan tindakan istri. Kesalahan kecil bisa nampak besar, sehingga membahayakan keutuhan rumah tangga mereka. Begitu pula sebaliknya bila istri berprasangka buruk kepada suaminya.

Disamping itu secara sosial prasangka buruk akan menyebabkan ketidak-nyamanan dalam pergaulan, merenggangkan hubungan persahabatan, hilangnya rasa saling percaya, dan tumbuhnya rasa saling curiga. Padahal hilangnya rasa saling percaya dan berganti dengan saling curiga dapat berakibat hancurnya rasa kebersamaan.

Artinya solidaritas sosial yang dibangun atas dasar kebersamaan dalam kekeluargaan akan hancur bila individu-individu penyusunnya digerogoti oleh virus buruk sangka. Dalam mengatur ummat, mengatur masyarakat, atau mengatur negara seorang pemimpin memerlukan mandat dari ummat atau rakyat. Mandat itu diberikan atas dasar rasa saling percaya, bukan rasa saling curiga.

Seorang presiden sebagus apapun akhlaqnya dan sehebat apapun akalnya tidak akan bisa bekerja dengan maksimal bila selalu direcoki oleh prasangka buruk berbagai pihak. Oleh lawan politik atau kelompok destruktif prasangka buruk itu dimanfaatkan sebagai amunisi untuk menembaknya jatuh dari kekuasaan. Bahkan dua negara bertetangga bisa terlibat perang, bila hubungan antara pemimpin kedua negara tersebut dikotori oleh prasangka buruk.

Saudaraku, sesama umat Islam, sesama harakah Islam yang sama-sama ingin meninggikan kalimat Allah hendaknya kita meninggalkan prasangka buruk, karena prasangka buruk berpotensi meruntuhkan ukhuwah islamiyah yang menyebabkan hilangnya kekuatan.

Artinya prasangka buruk dapat menjadi sebab pudarnya ukhuwwah islamiyyah. Dan runtuhnya kekuatan umat Islam, bukan karena faktor dari luar, tetapi justru dari dalam umat islam sendiri. Kalau sudah demikian maka yang beruntung adalah musuh-musuh Islam.

Betapa besarnya potensi negatif prasangka buruk terhadap kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial, maka wajar kalau Allah memerintahkan ummat Islam untuk menjauhi prasangka buruk.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
 
Firman Allah, ” WAHai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. …”. [QS Al-Hujuraat : 12].

Tentu saja yang dimaksud sebagian prasangka yang bernilai dosa itu adalah prasangka buruk. Marilah kita tinggalkan prasangka buruk dan tumbuhkan prasangka baik untuk membangun kembali ukhuwwah islamiyah demi kejayaan Islam dengan pertolongan Allah.

Kamis, 05 Mei 2016

Jauhilah! Sifat Riya, Sum'ah, Ujub dan Takabur

Riya (ria’), Sum’ah, ujub dan Takabur adalah sifat-sifat tercela yang hampir memiliki kesamaan, dan sifat-sifat tersebut harus kita jauhi, pengertian dan pembahasan selengkapnya simak di bawah ini :



A. RIYA
PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA

Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ ( الریاء ) berasal dari kata الرؤیة /ru’yah,
yang artinya menampakkan, Riya ’ adalah memperlihat kan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.

PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH:

Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT . Al-Haf idz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.

Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.

Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menunt ut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat .

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihat kan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian at au penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormat an padanya.

JENIS-JENIS RIYA

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:
riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semat a-mata hanya untuk mendapat kan pujian dari manusia, riya’ syirik yaitu melakukan perbuat an karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”. Riya’ bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suat u ibadah selesai dilakukan Perbuat an riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang dit onjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi at as 5 kat egori, yaitu:
  1. Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihat kan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat t ahajud;
  2. Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihat kan tanda hit am di dahi agar disangka rajin sholat .
  3. Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.
  4. Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh unt uk memperbaiki cit ranya di masyarakat .
  5. Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ust adz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim.
Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang t elah sulit kit a kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lant aran masih ada riya di hat i kit a. Allah SWT mengingat kan dalam f irmannya:

“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut -nyebut nya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia t idak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6)

B. SUM’AH

PENGERT IAN SUM’AH SECARA ET IMOLOGI/BAHASA
Kata sum’ah ( السمعة ) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan)
Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan
amalnya kepada manusia yang semula t idak menget ahuinya.

PENGERT IAN SUM’AH SECARA T ERMINOLOGI/IST ILAH
Pengert ian sum’ah secara ist ilah/t erminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan at au memberit ahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau t ersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapat kan kedudukan dan/at au penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keunt ungan materi.

Dalam Fat hul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menget engahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan ant ara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan unt uk Allah; sedangkan sum’ah adalah

Sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya unt uk Allah, namun ia bicarakan hal t ersebut kepada manusia. Sehingga, menurut nya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal t erpuji jika ia melakukannya karena Allah dan unt uk memperoleh ridha-Nya, dan t ercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.

Dalam Al-Qur’an Allah t elah memperingat kan t ent ang sum’ah dan riya ini:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut -nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), sepert i orang yang menaf kahkan hart anya karena riya kepada
manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)

Rasulullah SAW juga memperingat kan dalam haditsnya:

Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)

Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aibaibnya di akhirat . Sedangkan dibalas dengan riya art inya diperlihat kan pahala amalnya, namun t idak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.

C. UJUB

PENGERT IAN SIFAT UJUB
Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ket ika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”

Imam Al Ghozali menut urkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”

Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allah SWT berfirman :

“Bagi Alloh semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantaranya.” (QS. Al Maidah : 120)
Maksud dari ayat di atas adalah apapun yang kita miliki, semuanya adalah milik Alloh yang dipinjamkan kepada kita agar kita dapat memanf aat kannya dan sebagai ujian bagi kita. Tidak seorangpun yang memiliki sesuatu di alam semesta ini walaupun sekecil atom kecuali Alloh

FAKT OR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SIFAT UJUB

1. Banyak dipuji orang
Pujian seseorang secara langsung kepada orang lain, dapat menimbulkan perasaan ‘ujub dan egois pada diri orang yang dipujinya. Makin lama perasaan itu akan menumpuk dalam hat inya, maka ia akan semakin dekat kepada kebinasaan dan kegagalan sedikit demi sedikit. Karena orang yang mempercayai pujian itu akan selalu merasa bangga dan dirinya punya kelebihan, sehingga menjadikannya malas untuk berbuat kebajikan. Rosululloh pernah terkejut ketika melihat seseorang yang memuji orang lain secara langsung, sampai-sampai beliau bersabda, “Sungguh dengan pujianmu itu, engkau dapat membinasakan orang yang engkau puji. Jikalau ia mendengarnya, niscaya ia tidak akan sukses.”
 
2. Banyak meraih kesuksesan
Seseorang yang selalu sukses dalam meraih cita-cita dan usahanya, akan mudah dirasuki perasaan ‘ujub dalam hat inya, karena ia merasa bisa mengungguli orang lain yang ada di sekitarnya dan tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diraihnya adalah atas kehendak Alloh yang Maha Kuasa.
 
3. Kekuasaan
Setiap penguasa biasanya mempunyai kebebasan bertindak tanpa ada protes dari orang yang ada di sekelilingnya, dan banyak orang yang kagum dan memujinya. Fenomena semacam ini akan menyebabkan hati  seseorang mudah dimasuki perasaan ‘ujub. Sepert i kisah Raja Namrud yang menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena dia menjadi seorang penguasa. Dan seandainya di lemah dan miskin, tentulah tidak akan menyebut dirinya sebagai Tuhan.
 
4. Tersohor di kalangan orang banyak
Tersohor di kalangan orang banyak merupakan cobaan besar bagi diri seseorang. Karena semakin banyak yang mengenalnya, maka dia semakin kagum terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub pada hati seseorang.
 
5. Mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang tinggi Orang yang mempunyai intelekt ualitas dan kecerdasan yang lebih, biasanya merasa bangga dengan dirinya sendiri dan egois, karena merasa mampu dapat menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya t anpa campur tangan orang lain. Kondisi seperti itu akan melahirkan sikap otoriter dengan
pendapat nya sendiri. T idak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang t ak sependapat dengannya, dan melecehkan pendapat orang lain.
 
6. Memiliki kesempurnaan fisik
Orang yang memiliki kesempurnaan fisik seperti suara bagus, cantik, postur tubuh yang ideal, tampang ganteng dan sebagainya, lalu ia memandang kepada kelebihan dirinya dan melupakan bahwa semua itu adalah nikmat Alloh yang bisa lenyap set iap saat , berarti orang tersebut telah kemasukan sifat ‘ujub.
 
7. Lalai atau tidak memahami hakikat dirinya sendiri.
Apabila seseorang lalai atau tidak memahami hakikat bahwa dirinya berasal dari air yang hina sert a akan kembali ke dalam t anah, kemudian menjadi bangkai, maka orang sepert i ini akan mudah merasa bahwa dirinya hebat. Perasaan sepert i ini akan diperkuat oleh bisikan set an yang pada akhirnya akan muncul sif at kagum t erhadap diri sendiri.
 
BAHAYA SIFAT UJUB
Sif at ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuat annya. Diant ara dampak dari sif at ‘ujub tersebut adalah :

1. Membatalkan pahala
2. Menyebabkan Murka Alloh
3. T erjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.
4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupaka dosa-dosa
5. Menyebabkan orang lain membenci pelakunya.
6. Menyebabkan Su’ul Khotimah dan kerugian di Akherat
Nabi bersabda, “T idak akan masuk surga orang yang suka menyebut -nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)
Orang yang mempunyai sif at ‘ujub biasanya suka menyebut -nyebut kembali sesuatu yang sudah diberikan.
Umar Ra pernah berkata,”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.”
Qot adah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, at au pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhuk, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat .”

CARA MENANGGULANGI SIFAT UJUB

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh set iap orang muslim agar dirinya terhindar dari penyakit ‘ujub, diant aranya adalah :
 
1. Selalu mengingat akan hakikat diri
Orang yang kagum pada diri sendiri hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada dalam t ubuhnya semata-mata anugerah Alloh. Andaikan nyawa tersebut meninggalkan badannya, maka badan tidak ada harganya lagi sama sekali. Dia harus sadar bahwa t ubuhnya pert ama-tama dibuat dari tanah yang diinjakinjak manusia dan binat ang, kemudian dari air mani yang hina, yang setiap orang merasa jijik melihat nya, lalu kembali lagi ke t anah dan menjadi bangkai yang berbau busuk dan setiap orang tidak suka mencium baunya.
 
2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan akherat
Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akherat . Dia harus sadar bahwa sekalipun umurnya panjang, namun tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yaitu akherat . Kesadaran sepert i ini akan mendorong seseorang untuk meluruskan akhlaknya yang bengkok, sebelum naf asnya meninggalkan jasadnya dan sebelum hilang kesempatan untuk bertaubat .
 
3. Selalu mengingat nikmat Alloh
Alloh berf irman :
“Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan dapat menghit ungnya.” (QS. Ibrohim : 34) Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Alloh, sehingga dia akan membersihkan diri dari penyakit kagum diri dan berusaha terhindar darinya.
 
4. Selalu ingat tentang kematian dan kehidupan setelah mati Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang meninggalkan perasaan kagum diri karena takut akan berbagai kesengsaraan hidup setelah mati.
 
5. Tidak berkawan dengan orang yang kagum diri Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-orang yang tawadhuk dan memahami status dirinya. Hal semacam itu sangat membantu seseorang untuk meninggalkan perangai buruk kagum diri.
 
6. Memperhatikan keadaan orang yang sedang sakit, bahkan keadaan orang yang meninggal dunia, ziarah kubur dan merenungkan keadaan ahli kubur Cara semacam ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan perasaan kagum diri dan panyakit hati lainnya.
 
7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi diri)
Dengan demikian, mudah didet eksi gejala awal dari segala bentuk penyakit hati, terut ama penyakit kagum diri. Dengan demikian, penyakit ini akan mudah diobati.
 
8. Selalu memohon bantuan dari Alloh Dengan cara berdoa dan senant iasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.
 
9. Penyembuhan dengan Al Qur’an
Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit hati, khususnya penyakit ‘ujub dan berbagai sebabnya. Karena Al Qur’an t elah mengenalkan diri kita kepada Alloh, dan Al Qur’an juga telah mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu kelemahan, kemiskinan, dan kebut uhan kepada Alloh. Maka tidaklah pantas jika seseorang mengagumi dirinya sendiri sementara dia adalah makhluk yang tak mampu berdiri sendiri. Al Qur’an juga t elah mengingat kan kita akan akibat dari penyakit ‘ujub, sombong, dan bangga diri. Seperti halnya kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.

Imam Syaf i’i rohimahumulloh berkata :
“Barangsiapa yang mengangkat -angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan menjat uhkan mart abat nya”

DAMPAK SIFAT UJUB
1. Jatuh pada sifat sombong dan terperdaya.
3. Munculnya kebencian terhadap orang lain.
4. Mendapat adzab dari Allah SWT


D.TAKABUR

PENGERTIAN TAKABUR

T akabur berasal dari bahasa arab Takabbara-Yatakabbaru yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri. Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain. Dalam bahasa indonesia banyak sekali istilah lain dari takabur ini ant aralain, sombong, congkak, angkuh, tinggi hati atau besar kepala.

Secara naluri setiap orang tidak menyukai sifat takabur atau sombong. Namun disadari at au tidak terkadang seseorang akan menampakan akan sikap sombongnya, biasanya sifat ini timbul manakala ia merasa memiliki nilai lebih, sepert i lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menghindari sif at t akabur ini, karena teladannya adalah Rasulullah SAW, yang meskipun penuh dengan kemuliaan dan kelebihan, namun beliau tetap tidak merasa lebih bahkan para pengikut nya dipanggil dengan sebutan sahabat, yang mempunyai arti kesetaraan.

Sifat takabur ini merupakan sifat tercela dan berbahaya, bahkan dibenci oleh Allah SWT , sebagaimana firman-firmannya :
“maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri”. (Q.S An Naml :29)

“sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (Q.S An Nahl : 23)

MACAM-MACAM T AKABUR

Dari segi obyek at au sasarannya takabur menjadi tiga :
1. Takabur kepada Allah SWT, yaitu keadaan seseorang yang tidak mengakui dan menerima kebenaran yang datang dari Allah SWT, seperti perintah shalat, zakat dan yang lainnya.
 
2. Takabur kepada Rasulullah.
 
3. Takabur t erhadap sesama manusia, hal ini biasannya terlihat dari hal-hal yang bersif at lahiriah, sepert i kekayaan, kedudukan, wajah atau kepandaian. Menurut pandangan t ersebut di atas, secara umum takabur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
 
1) Takabur Batini ( Takabur dalam sikap )
Takabur batini atau batin adalah sifat takabur yang tertanam dalam hati seseorang sehingga tidak tampak secara lahir/fisik, seperti seseorang yang mengingkari kebenaran yang dat ang dari Allah Swt . padahal dia mengetahui kebenaran tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari orang yang termasuk golongan takabur batin memiliki sikap, antara lain enggan minta tolong kepada orang lain meskipun ia membutuhkan serta tidak mau berdoa untuk memohon pertolongan Allah SWT. Padahal semua persoalan yang kita hadapi t idak dapat diselesaikan sendiri tanpa pertolongan-Nya
Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Kuperkenankan (Kukabulkan) bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mukmin: 60)

2) Takabur Zahiri ( Takabur dalam Perbuatan ) Takabur zahiri adalah sifat takabur yang dapat dilihat langsung dengan panca indra, seperti dalam bentuk ucapan dan gerakan anggota tubuh. Contohnya, riya, angkuh, dan memalingkan muka terhadap orang lain. Allah SWT. Tidak menyukai orang-orang yang memalingkan muka (sombong) sebagaimana terdapat dalam Surah Luqman Ayat 18 berikut .
Artinya : “ janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah t idak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman: 18).