Hubuddunya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا وَفِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَالْحَيَاةُالدُّنْيَاإِلاَّمَتَاعُالْغُرُوْ

“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)


Kamis, 05 Mei 2016

Jauhilah! Sifat Riya, Sum'ah, Ujub dan Takabur

Riya (ria’), Sum’ah, ujub dan Takabur adalah sifat-sifat tercela yang hampir memiliki kesamaan, dan sifat-sifat tersebut harus kita jauhi, pengertian dan pembahasan selengkapnya simak di bawah ini :



A. RIYA
PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA

Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ ( الریاء ) berasal dari kata الرؤیة /ru’yah,
yang artinya menampakkan, Riya ’ adalah memperlihat kan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.

PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH:

Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT . Al-Haf idz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.

Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.

Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menunt ut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat .

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihat kan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian at au penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormat an padanya.

JENIS-JENIS RIYA

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:
riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semat a-mata hanya untuk mendapat kan pujian dari manusia, riya’ syirik yaitu melakukan perbuat an karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”. Riya’ bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suat u ibadah selesai dilakukan Perbuat an riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang dit onjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi at as 5 kat egori, yaitu:
  1. Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihat kan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat t ahajud;
  2. Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihat kan tanda hit am di dahi agar disangka rajin sholat .
  3. Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.
  4. Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh unt uk memperbaiki cit ranya di masyarakat .
  5. Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ust adz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim.
Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang t elah sulit kit a kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lant aran masih ada riya di hat i kit a. Allah SWT mengingat kan dalam f irmannya:

“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut -nyebut nya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia t idak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6)

B. SUM’AH

PENGERT IAN SUM’AH SECARA ET IMOLOGI/BAHASA
Kata sum’ah ( السمعة ) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan)
Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan
amalnya kepada manusia yang semula t idak menget ahuinya.

PENGERT IAN SUM’AH SECARA T ERMINOLOGI/IST ILAH
Pengert ian sum’ah secara ist ilah/t erminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan at au memberit ahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau t ersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapat kan kedudukan dan/at au penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keunt ungan materi.

Dalam Fat hul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani menget engahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan ant ara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan unt uk Allah; sedangkan sum’ah adalah

Sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya unt uk Allah, namun ia bicarakan hal t ersebut kepada manusia. Sehingga, menurut nya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal t erpuji jika ia melakukannya karena Allah dan unt uk memperoleh ridha-Nya, dan t ercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.

Dalam Al-Qur’an Allah t elah memperingat kan t ent ang sum’ah dan riya ini:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut -nyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), sepert i orang yang menaf kahkan hart anya karena riya kepada
manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)

Rasulullah SAW juga memperingat kan dalam haditsnya:

Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)

Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aibaibnya di akhirat . Sedangkan dibalas dengan riya art inya diperlihat kan pahala amalnya, namun t idak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.

C. UJUB

PENGERT IAN SIFAT UJUB
Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain. Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ket ika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”

Imam Al Ghozali menut urkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”

Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allah SWT berfirman :

“Bagi Alloh semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantaranya.” (QS. Al Maidah : 120)
Maksud dari ayat di atas adalah apapun yang kita miliki, semuanya adalah milik Alloh yang dipinjamkan kepada kita agar kita dapat memanf aat kannya dan sebagai ujian bagi kita. Tidak seorangpun yang memiliki sesuatu di alam semesta ini walaupun sekecil atom kecuali Alloh

FAKT OR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SIFAT UJUB

1. Banyak dipuji orang
Pujian seseorang secara langsung kepada orang lain, dapat menimbulkan perasaan ‘ujub dan egois pada diri orang yang dipujinya. Makin lama perasaan itu akan menumpuk dalam hat inya, maka ia akan semakin dekat kepada kebinasaan dan kegagalan sedikit demi sedikit. Karena orang yang mempercayai pujian itu akan selalu merasa bangga dan dirinya punya kelebihan, sehingga menjadikannya malas untuk berbuat kebajikan. Rosululloh pernah terkejut ketika melihat seseorang yang memuji orang lain secara langsung, sampai-sampai beliau bersabda, “Sungguh dengan pujianmu itu, engkau dapat membinasakan orang yang engkau puji. Jikalau ia mendengarnya, niscaya ia tidak akan sukses.”
 
2. Banyak meraih kesuksesan
Seseorang yang selalu sukses dalam meraih cita-cita dan usahanya, akan mudah dirasuki perasaan ‘ujub dalam hat inya, karena ia merasa bisa mengungguli orang lain yang ada di sekitarnya dan tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diraihnya adalah atas kehendak Alloh yang Maha Kuasa.
 
3. Kekuasaan
Setiap penguasa biasanya mempunyai kebebasan bertindak tanpa ada protes dari orang yang ada di sekelilingnya, dan banyak orang yang kagum dan memujinya. Fenomena semacam ini akan menyebabkan hati  seseorang mudah dimasuki perasaan ‘ujub. Sepert i kisah Raja Namrud yang menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena dia menjadi seorang penguasa. Dan seandainya di lemah dan miskin, tentulah tidak akan menyebut dirinya sebagai Tuhan.
 
4. Tersohor di kalangan orang banyak
Tersohor di kalangan orang banyak merupakan cobaan besar bagi diri seseorang. Karena semakin banyak yang mengenalnya, maka dia semakin kagum terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub pada hati seseorang.
 
5. Mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang tinggi Orang yang mempunyai intelekt ualitas dan kecerdasan yang lebih, biasanya merasa bangga dengan dirinya sendiri dan egois, karena merasa mampu dapat menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya t anpa campur tangan orang lain. Kondisi seperti itu akan melahirkan sikap otoriter dengan
pendapat nya sendiri. T idak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang t ak sependapat dengannya, dan melecehkan pendapat orang lain.
 
6. Memiliki kesempurnaan fisik
Orang yang memiliki kesempurnaan fisik seperti suara bagus, cantik, postur tubuh yang ideal, tampang ganteng dan sebagainya, lalu ia memandang kepada kelebihan dirinya dan melupakan bahwa semua itu adalah nikmat Alloh yang bisa lenyap set iap saat , berarti orang tersebut telah kemasukan sifat ‘ujub.
 
7. Lalai atau tidak memahami hakikat dirinya sendiri.
Apabila seseorang lalai atau tidak memahami hakikat bahwa dirinya berasal dari air yang hina sert a akan kembali ke dalam t anah, kemudian menjadi bangkai, maka orang sepert i ini akan mudah merasa bahwa dirinya hebat. Perasaan sepert i ini akan diperkuat oleh bisikan set an yang pada akhirnya akan muncul sif at kagum t erhadap diri sendiri.
 
BAHAYA SIFAT UJUB
Sif at ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuat annya. Diant ara dampak dari sif at ‘ujub tersebut adalah :

1. Membatalkan pahala
2. Menyebabkan Murka Alloh
3. T erjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.
4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupaka dosa-dosa
5. Menyebabkan orang lain membenci pelakunya.
6. Menyebabkan Su’ul Khotimah dan kerugian di Akherat
Nabi bersabda, “T idak akan masuk surga orang yang suka menyebut -nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)
Orang yang mempunyai sif at ‘ujub biasanya suka menyebut -nyebut kembali sesuatu yang sudah diberikan.
Umar Ra pernah berkata,”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.”
Qot adah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, at au pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhuk, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat .”

CARA MENANGGULANGI SIFAT UJUB

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh set iap orang muslim agar dirinya terhindar dari penyakit ‘ujub, diant aranya adalah :
 
1. Selalu mengingat akan hakikat diri
Orang yang kagum pada diri sendiri hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada dalam t ubuhnya semata-mata anugerah Alloh. Andaikan nyawa tersebut meninggalkan badannya, maka badan tidak ada harganya lagi sama sekali. Dia harus sadar bahwa t ubuhnya pert ama-tama dibuat dari tanah yang diinjakinjak manusia dan binat ang, kemudian dari air mani yang hina, yang setiap orang merasa jijik melihat nya, lalu kembali lagi ke t anah dan menjadi bangkai yang berbau busuk dan setiap orang tidak suka mencium baunya.
 
2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan akherat
Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akherat . Dia harus sadar bahwa sekalipun umurnya panjang, namun tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yaitu akherat . Kesadaran sepert i ini akan mendorong seseorang untuk meluruskan akhlaknya yang bengkok, sebelum naf asnya meninggalkan jasadnya dan sebelum hilang kesempatan untuk bertaubat .
 
3. Selalu mengingat nikmat Alloh
Alloh berf irman :
“Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan dapat menghit ungnya.” (QS. Ibrohim : 34) Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Alloh, sehingga dia akan membersihkan diri dari penyakit kagum diri dan berusaha terhindar darinya.
 
4. Selalu ingat tentang kematian dan kehidupan setelah mati Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang meninggalkan perasaan kagum diri karena takut akan berbagai kesengsaraan hidup setelah mati.
 
5. Tidak berkawan dengan orang yang kagum diri Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-orang yang tawadhuk dan memahami status dirinya. Hal semacam itu sangat membantu seseorang untuk meninggalkan perangai buruk kagum diri.
 
6. Memperhatikan keadaan orang yang sedang sakit, bahkan keadaan orang yang meninggal dunia, ziarah kubur dan merenungkan keadaan ahli kubur Cara semacam ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan perasaan kagum diri dan panyakit hati lainnya.
 
7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi diri)
Dengan demikian, mudah didet eksi gejala awal dari segala bentuk penyakit hati, terut ama penyakit kagum diri. Dengan demikian, penyakit ini akan mudah diobati.
 
8. Selalu memohon bantuan dari Alloh Dengan cara berdoa dan senant iasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.
 
9. Penyembuhan dengan Al Qur’an
Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit hati, khususnya penyakit ‘ujub dan berbagai sebabnya. Karena Al Qur’an t elah mengenalkan diri kita kepada Alloh, dan Al Qur’an juga telah mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu kelemahan, kemiskinan, dan kebut uhan kepada Alloh. Maka tidaklah pantas jika seseorang mengagumi dirinya sendiri sementara dia adalah makhluk yang tak mampu berdiri sendiri. Al Qur’an juga t elah mengingat kan kita akan akibat dari penyakit ‘ujub, sombong, dan bangga diri. Seperti halnya kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.

Imam Syaf i’i rohimahumulloh berkata :
“Barangsiapa yang mengangkat -angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan menjat uhkan mart abat nya”

DAMPAK SIFAT UJUB
1. Jatuh pada sifat sombong dan terperdaya.
3. Munculnya kebencian terhadap orang lain.
4. Mendapat adzab dari Allah SWT


D.TAKABUR

PENGERTIAN TAKABUR

T akabur berasal dari bahasa arab Takabbara-Yatakabbaru yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri. Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain. Dalam bahasa indonesia banyak sekali istilah lain dari takabur ini ant aralain, sombong, congkak, angkuh, tinggi hati atau besar kepala.

Secara naluri setiap orang tidak menyukai sifat takabur atau sombong. Namun disadari at au tidak terkadang seseorang akan menampakan akan sikap sombongnya, biasanya sifat ini timbul manakala ia merasa memiliki nilai lebih, sepert i lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menghindari sif at t akabur ini, karena teladannya adalah Rasulullah SAW, yang meskipun penuh dengan kemuliaan dan kelebihan, namun beliau tetap tidak merasa lebih bahkan para pengikut nya dipanggil dengan sebutan sahabat, yang mempunyai arti kesetaraan.

Sifat takabur ini merupakan sifat tercela dan berbahaya, bahkan dibenci oleh Allah SWT , sebagaimana firman-firmannya :
“maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri”. (Q.S An Naml :29)

“sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (Q.S An Nahl : 23)

MACAM-MACAM T AKABUR

Dari segi obyek at au sasarannya takabur menjadi tiga :
1. Takabur kepada Allah SWT, yaitu keadaan seseorang yang tidak mengakui dan menerima kebenaran yang datang dari Allah SWT, seperti perintah shalat, zakat dan yang lainnya.
 
2. Takabur kepada Rasulullah.
 
3. Takabur t erhadap sesama manusia, hal ini biasannya terlihat dari hal-hal yang bersif at lahiriah, sepert i kekayaan, kedudukan, wajah atau kepandaian. Menurut pandangan t ersebut di atas, secara umum takabur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
 
1) Takabur Batini ( Takabur dalam sikap )
Takabur batini atau batin adalah sifat takabur yang tertanam dalam hati seseorang sehingga tidak tampak secara lahir/fisik, seperti seseorang yang mengingkari kebenaran yang dat ang dari Allah Swt . padahal dia mengetahui kebenaran tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari orang yang termasuk golongan takabur batin memiliki sikap, antara lain enggan minta tolong kepada orang lain meskipun ia membutuhkan serta tidak mau berdoa untuk memohon pertolongan Allah SWT. Padahal semua persoalan yang kita hadapi t idak dapat diselesaikan sendiri tanpa pertolongan-Nya
Allah SWT. berfirman :

Artinya : “Kuperkenankan (Kukabulkan) bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mukmin: 60)

2) Takabur Zahiri ( Takabur dalam Perbuatan ) Takabur zahiri adalah sifat takabur yang dapat dilihat langsung dengan panca indra, seperti dalam bentuk ucapan dan gerakan anggota tubuh. Contohnya, riya, angkuh, dan memalingkan muka terhadap orang lain. Allah SWT. Tidak menyukai orang-orang yang memalingkan muka (sombong) sebagaimana terdapat dalam Surah Luqman Ayat 18 berikut .
Artinya : “ janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah t idak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman: 18).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar