Amal saleh (shalih, soleh) adalah perbuatan baik dalam
pandangan Islam. Amal saleh akan mengundang rahmat Allah SWT dan
mendatangkan rasa damai dalam jiwa
SUNGGUH beruntung dan berbahagia orang-orang yang mampu menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang saleh (‘ibadillah ash-sholihin).
Betapa tidak, setiap hari mereka disebut dan didoakan dalam sholat
kaum Muslimin, termasuk diri mereka sendiri, dengan doa tahiyat “semoga
keselamatan dilimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang
sholeh” (assalamu ‘alaina wa’ala ‘ibadillahish sholihin).
Bagi kaum mukmin, menjadi hamba Allah yang saleh (beramal saleh)
merupakan keniscayaan. Amal saleh merupakan buah keimanan. Tidak
sempurna iman seseorang jika tidak diikuti dengan amal saleh.
Dalam Al-Quran, kata iman hampir senantiasa digandengkan dengan kata amal saleh, seperti dalam QS. Al-Ashr:2, “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh…”.
Dalam surat tersebut ditegaskan, orang yang tidak akan merugi
hanyalah mereka yang beriman dan beramal saleh –serta saling berwasiat
dalam kebenaran dan kesabaran. Contoh lain dalam QS. Ath-Thin: 6:
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.
Pengertian Amal Salih
Secara sederhana, amal saleh (shalih) adalah perbuatan baik, yakni
perbuatan yang diwajibkan, disunahkan, dan dibolehkan dalam ajaran
Islam. Perbuatan itu menimbulkan manfaat dan kebaikan bagi dirinya dan
orang lain.
Amal saleh juga adalah perbuatan menjauhkan diri dari amal yang haram
atau dilarang oleh Allah Swt. Amal salehlah satu-satunya modal dan
bekal untuk hidup selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat kelak.
Kata saleh (sholih) berarti kebaikan atau “tiadanya/terhentinya kerusakan”, kebalikan dari kata fasid (rusak). Saleh juga diartikan sebagai “bermanfaat dan sesuai”.
Amal saleh adalah perkejaan yang jika dilakukan, maka suatu kerusakan
akan terhenti atau menjadi tiada; atau bisa juga diartikan sebagai
suatu pekerjaan yang dengan melakukannya diperoleh manfaat dan
kesesuaian (Quraish Shihab, 1997:480).
Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai “segala
perbuatan yang bermanfaat bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia
secara keseluruhan”. Ahli tafsir Az-Zamakhsyari mengartikan amal saleh
sebagai “segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, Al-Quran, dan
atau sunnah Nabi Muhammad Saw”.
Jenis-Jenis Amal Salih
Secara etimologis, amal saleh adalah segala perbuatan yang tidak
merusak atau menghilangkan kerusakan. Amal saleh juga adalah perbuatan
yang mendatangkan manfaat bagi diri dan orang lain.
Dari pengertian itu kita bisa memahami, mengapa Rasulullah Saw
menyebutkan dalam haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang
paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Amal saleh tidak mendatangkan
kerusakan, baik secara fisik maupun mental.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda: “Mendamaikan dua orang
yang berselisih secara adil, membantu seseorang untuk menaiki hewan
tunggangannya atau memuat barang-barangnya ke atas hewan tersebut,
ucapan yang baik, menyingkirkan rintangan di jalan, tersenyum pada
sesama, dan berhubungan intim dengan istri/suami adalah amal saleh”.
Hadits tersebut kian menjelaskan, amal saleh adalah amal yang
mendatangkan manfaat dan menghindarkan kerusakan. Mendamaikan orang
berselisih jelas mematikan potensi kerusakan yang ditimbulkan akibat
permusuhan –peperangan, aksi kekerasan, penghancuran, dan lain-lain.
Perselisihan selalu berpotensi mengundang nafsu merusak lawan.
Menolong orang lain termasuk amal saleh. Manfaatnya bisa dirasakan
juga oleh dirinya sendiri. Nabi Saw bersabda, “Allah akan senantiasa
menolong seorang hamba, selama si hamba suka menolong saudaranya”.
Al-Quran menyebutkan dua jenis pertolongan yang dibenarkan, yakni “saling tolong dalam kebaikan dan takwa” (‘alal birri wat taqwa), dan dua jenis pertolongan yang tidak dibenarkan, yakni “saling bantu dalam permusuhan dan perbuatan dosa” (‘alal itsmi wal ‘udwan).
Amal saleh tidak semata-mata diartikan perbuatan baik, tetapi
merupakan perbuatan baik yang dilandasi iman, disertai niat yang ikhlas
karena Allah (bukan karena riya’ atau ingin mendapat pujian orang lain),
pelaksanaannya sesuai dengan syariat, serta dilakukan dengan penuh
kesungguhan.
Amal saleh akan mengundang rahmat dan berkah Allah SWT, juga
mendatangkan rasa damai dalam jiwa dan pertolongan-Nya tanpa terduga.
Sebaliknya, “amal salah” (maksiat) akan mendatangkan keresahan dalam
hati dan menjauhkan rahmat dan pertolongan-Nya.
Amal Salih Wujud Keimanan
Setiap mukmin tentunya senantiasa berusaha melakukan amal saleh
sebagai manifestasi keimanannya. Apalagi makna hakiki iman adalah
“mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati, dan mengamalkan
dengan amal perbuatan” (ikrarun bil lisan, tashdiqun bilqolbi, wa ‘amalun bil arkan).
Setiap mukmin juga harus senantiasa waspada terhadap hal-hal yang merusak amal saleh, misalnya dengki (hasad) yang digambarkan Rasulullah bisa merusak amal “sebagaimana api melalap kayu bakar”.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadistnya menyebutkan beberapa sifat atau sikap yang dapat merusak amal saleh (tuhbitul amal).
Pertama, sibuk mengurus kesalahan orang lain (istighalu bi uyubil khalqi). Mencari-cari dan membuka aib atau kesalahan orang lain termasuk akhlak tercela yang merusak amal saleh yang telah diperbuat.
Kedua, keras hati (qaswatul qulub). Kondisi keras
hati akan menimpa seorang mukmin jika dirinya tidak dapat menghindar
sifat-sifat buruk seperti riya, takabur dan hasud. Termasuk keras hati
adalah tidak mau menerima kebenaran dan nasihat baik.
Ketiga, cinta dunia (hubbud dunya), yakni menjadikan harta dan kedudukan atau hal duniawi lainnya –seperti pujian dan popularitas– sebagai tujuan, bukan sarana.
Keempat, tidak punya rasa malu (qillatul haya)
sehingga merasa ringan dan tanpa beban saja ia melanggar aturan Allah
(maksiat). Setiap mukmin pasti punya rasa malu, karena malu memang
sebagian dari iman (hadits), utamanya malu kepada Allah Swt. Rasa malu
akan mendorong perbuatan baik. Sebaliknya, ketiadaan rara malu akan
mendorong orang berbuat sekehendak hati tanpa mengindahkan syariat-Nya.
Kelima, panjang angan-angan (thulul amal), yakni sibuk berangan-angan, berkhayal, tanpa usaha nyata. Keenam, berbuat aniaya (dzalim),
yakni perbuatan yang mendatangkan kerusakan bagi diri sendiri dan orang
lain, tidak proporsional, dan melanggar aturan. Berbuat dosa termasuk
aniaya, yakni aniaya terhadap diri sendiri (dholimu linafsih).
Semoga kita senantiasa berusaha dan diberi hidayah oleh Allah untuk menjadi pelaku amal saleh. Amin! Wallahu a’lam bish-shawabi. (www.warnsialam.or.id).*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar