Tarekat (Bahasa Arab: طرق, transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥaqīqah atau
"kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para
pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan memulai
pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk ṭarīqah. Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoraiq,
yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode,
system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan
(al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud
al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti
metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaumsufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu:
sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki
seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali
atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan
silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan
karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf.
Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh al-Mu'tabarah
al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Tarekat
Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang
menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau namapaham mistik yang
dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham
tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya
Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi
Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja. Bahkan di
Manado ada juga Biara Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat, seperti
Tarekat SMS Joseph.
Bagan yang menggambarkan kedudukan tarekat dalam empat tingkatan spiritual (syari'ah, tariqah, haqiqah, dan ma'rifahyang dianggap tidak terlihat)
Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan spiritual umum dalam Islam, yaitu syari'at, tariqah, haqiqah, dan tingkatan keempat ma'rifat yang
merupakan tingkatan yang 'tak terlihat'. Tingkatan keempat dianggap
merupakan inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari seluruh
tingkatan kedalaman spiritual beragama tersebut.
Muhammad Hasyim Asy'ari sebagaimana
dikutip oleh Muhammad Sholikhin, seorang peng-analisis tarekat dan sufi
mengatakan bahwa ada delapan syarat dalam mempelajari tarekat:[1]
- Qashd shahih,
menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya dengan
sikap ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
- Shidq sharis, haruslah memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi.
- Adab murdhiyyah, orang yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang dibenarkan agama.
- Ahwal zakiyyah, bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-laku Nabi Muhammad SAW.
- Hifz al-hurmah,
menjaga kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak ada,
hidup maupun mati, menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat
terhadap yang lebih tua, sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas
permusuhan antar-saudara.
- Husn al-khidmah,
mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi pelayanan
kepada guru, sesama, dan Allah SWT dengan jalan menaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
- Raf' al-himmah, orang yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya, yaitu mencari khashshah (pengetahuan khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan duniawi.
- Nufudz al-'azimah, orang yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekat dan tujuan, demi meraih makrifat khashshahtentang Allah.
Tujuan tarekat adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa-nafsu untuk melepaskan diri dari pelbagai bentuk ujub, takabur, riya', hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tawakal, rendah hati/tawadhu', ridha, mendapat makrifat dari Allah, juga menjadi tujuan tarekat.[2]
Ada yang menganggap mereka yang menganggap orang-orang sufi dan tarekat sebagai orang yang bersih (shafa) dari kekotoran, penuh dengan pemikiran "dan yang baginya sama saja antara nilai emas dan batu-batuan,"
tulis Muhammad Sholikhin dalam bukunya. Ada pula yang menganggap mereka
mencapai makna orang yang berkata benar, semulia-mulianya manusia setelah para Nabi sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa (4):69.[2] Namun, Ibnu Taimiyahmengatakan pendapat ini salah sama sekali. Yang benar, adalah "orang-orang yang berijtihad dalam ketaatannya kepada Allah."[3]
Berikut ini adalah Thoriqoh-thoriqoh utama yang ada dan berkembang di Indonesia:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar